Ditulis oleh: Ifrod Maksum Ditulis pada: 3/16/2016
Perbedaan Sehat dan ‘Afiah Yang Selalu Berdampingan. Dalam literature islam, kita temukan dua istilah yang sering digunakan dalam membahas tema kesehatan, yaittu istilah ash-shihhan dan al-‘afiah, yang dalam bahasa Indonesia sering kita tulis “sehat dan afiah”. Kedua istilah tersebut juga sering disebut berdampingan untuk mengungkapkan kesempurnaan nikmat sehat. Sehat saja serasa tidak lengkap tanpa disertai ‘afiah. Tak heran dalam banyak hadits ditemukan banyak doa yang mengandung permohonan ‘afiah disamping juga shihhah.
Lalu adakah perbedaan dan hubungan makna kedua istilah tersebut? Dalam kamus besar bahasa indonesia keduanya sama-sama bermakna sehat, namun dalam kamus bahasa arab, kata shihhah lebih menunjuk pada sehat yang bersifat fisik-biologis atau kesehatan tubuh itu sendiri, sedangkan kata ‘afiah lebih mengarah pada sehat yang bersifat mental-psikologis atau kesehatan jiwanya.
Tubuh yang sehat (shihhah) adalah tubuh yang kondisi fisiknya sehat bugar, normal, dan seluruh anggota badannya dapat berkerja dengan baik dan normal. Sementara jiwa yang ‘afiah adalah jiwa yang memiliki ketenangan dan ketentraman batin.
Dalam hal menjaga kesehatan, islam sangat memperhatikan keduanya, sehat dan ‘afiah. Oleh karenanya – sebagai salah satu contoh saja – alqur’an dalam menyebut perintan makan yang sebanyak 27 kali dalam berbagai konteks senantiasa menekankan dua sifat halal dan thoyyib (baik dan bergizi). Bahkan terdapat 4 ayat yang menggabungkan keduanya.
Dengan demikian, dapat memperoleh dua kesehatan sekaligus, yaitu kesehatan yang bersifat fisik – biologis dan kesehatan mental-psikologis atau yang lebih familiar dengan istilah kesehatan jiwa raga atau sehat lahir batin.
Allah berfirman:
ان الله يحب التوابين ويحب المتطهرين
“… Allah senang kepada orang yang bertaubat dan suka membersihkan diri.” (QS al-Baqarah, 222)
Dalam ayat tersebut, Allah menyandingkan kata “taubat” dengan “membersihkan diri”, yang nantinya akan melahirkan dua istilah kesehatan yang dimaksud, sehat jiwa dan raga. Taubat dapat melahirkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan diri mendatangkan kesehatan fisik. Kedua kesehatan tersebut memang tidak bisa dipisahkan. Sama-sama harus dijaga.
Dalam salah satu hadits disebutkan :
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash dia berkata bahwa Rasulullah saw telah bertanya (kepadaku): “Benarkah kamu selalu berpuasa di siang hari dan selalu terjaga di malam hari?” aku pun menjawab: ya (benar) ya Rasulullah.” Rasulullah saw pun lalu bersabda: “Jangan kau lakukan semua itu. Berpuasalah dan berbukalah kamu, berjagalah dan tidurlah kamu, sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu, matamu mempunyai hak atas dirimu dan istrimu pun mempunyai hak atas dirimu.” (HR. al-Bukhari dari Abdullah bin “Amr bin al-“Ash).
Ibadah memang bentuk kewajiban manusia yang dapat melahirkan kesehatan mental, tapi bukan berarti mengabaikan kesehatan fisik, keduanya sama-sama mempunyai porsi untuk sama-sama diperhatikan dan dipenuhi haknya.
Kesehatan fisik penting untuk dijaga agar bisa senantiasa melakukan kewajiban ibadah dengan maksimal sehingga kita bisa memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak, saat dimana amal-amal kita di dunia diperhitungkan dan akan dibahas dengan seadil-adil balasan.